DOAPARAWALI.or.id - Shalat sunah gerhana matahari pertama kali ditetapkan sebagai bagian dari syariat pada tahun kedua hijriyah. Sementara itu, shalat gerhana bulan ditetapkan pada tahun kelima hijriyah. Menurut pendapat yang lebih kuat, shalat gerhana bulan dilakukan pada bulan Jumadal Akhirah..
وَشُرِعَتْ صَلَاةُ كُسُوفِ الشَّمْسِ فِى السَّنَةِ الثَّانِيَّةِ
مِنَ الْهِجْرَةِ وَصَلَاةُ خُسُوفِ الْقَمَرِ فِى السَّنَةِ الْخَامِسَةِ مِنَ
الْهِجْرَةِ فِى جُماَدَى الْأَخِرَةِ عَلَى الرَّاجِحِ
Artinya: Shalat gerhana matahari
disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, sedangkan shalat gerhana bulan menurut
pendapat yang kuat (rajih) pada tahun kelima Hijriyah bulan Jumadal Akhirah.
(lihat Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh Ibrahim
al-Baijuri, Indonesia, Darul Kutub al-Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman
434)
Mayoritas ulama mengatakan bahwa menjalankan
shalat gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan hukumnya adalah sunah
muakkadah.
وَصَلَاةُ كُسُوفِ الشَّمْسِ
وَالْقَمَرِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بِالْاِجْمَاعِ لَكِنْ قَالَ مَالِكٌ وَأَبُو
حَنِيَفَةَ يُصَلِّى لِخُسُوفِ الْقَمَرِ فُرَادَى وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
كَسَائِرِ النَّوَافِلِ
Artinya: Menurut kesepakatan para ulama
(ijma`) hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan adalah sunah muakkadah.
Akan tetapi menurut Imam Malik dan Abu Hanifah shalat gerhana bulan dilakukan
sendiri-sendiri dua rakaat seperti shalat sunah lainnya. (lihat Muhyiddin
Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darul Hadits, 1431
H/2010 M, juz VI, halaman 106)
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah
SWT sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ
وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا
لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya: Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya
ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari
dan jangan (pula) pada bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang
menciptakan semua itu, jika kamu hanya menyembah-Nya. (QS Fushilat [41]: 37).
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَكْسِفَانِ
لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ
تَعَالَى فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا وَصَلُّوا
Artinya: Sungguh, gerhana matahari dan
bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan
salah satu tanda kebesaran Allah Taala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana
matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian. (HR Bukhari-Muslim).
Adapun tata cara shalat gerhana adalah
sebagai berikut:
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau
matahari terlebih dahulu.
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana
sedang terjadi.
3. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan
dengan ungkapan,”As-Shalâtu jâmi'ah.”
4. Niat melakukan shalat gerhana matahari
(kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful qamar), menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ
/ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
5. Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua
rakaat.
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku’
dan dua kali sujud.
7. Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat
membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat
pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua,
bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
9. Setelah shalat disunahkan untuk
berkhutbah.
Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah
dalam soal ruku’nya. Ruku’ yang pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari
yang kedua. Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih madzhab
Syafi’i, pada ruku’ pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan
membaca seratus ayat surat Al-Baqarah, sedang ruku’ kedua kira-kira delapan
puluh ayat. Begitu seterusnya dalam rakaat kedua.
Untuk ruku’ pertama pada rakaat kedua
membaca tasbih lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat surat
Al-Baqarah, dan ruku’ keduanya kira-kira lamanya sama dengan membaca lima puluh
ayat.
Mengenai sujud memang ada yang mengatakan
tidak perlu lama. Tetapi pendapat ini menurut Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi
pendapat yang sahih adalah pendapat yang menyatakan bahwa sujud juga lama.
Pertanyaanya, berapa lamanya sujud? Jawaban
yang tersedia adalah lamanya kira sama seperti lamanya ruku’.
Dengan kata lain, sujud pertama dalam
rakaat pertama membaca tasbih lamanya kira-kira seratus ayat surat Al-Baqarah
dan untuk sujud kedua kira-kira lamanya sama dengan membaca delapan puluh ayat.
Sedang sujud pertama dalam rakaat kedua lamanya kira-kira sama dengan membaca
tujuh puluh ayat surat Al-Baqarah, dan sujud kedua dalam rakaat kedua lamanya
sama dengan membaca lima puluh ayat.
Di samping itu bacaan surat dalam shalat
sunah gerhana matahari boleh dipelankan, boleh juga dikeraskan, tetapi
disunahkan pelan.
Dalam shalat gerhana tidak ada adzan dan
ikamah.
وَيُسَبِّحُ فِي الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ
قَدْرَ مِائَةٍ مِنَ الْبَقَرَةِ وَفِي الثَّانِي ثَمَانِينَ وَالثَّالِثِ
سَبْعِينَ وَالرَّابِعِ خَمْسِينَ تَقْرِيبًا
فِي الْجَمِيعِ وَلَا يَطُولُ السَّجَدَاتِ فِي الْأَصَحِّ قُلْتُ
الصَّحِيحُ تَطْوِيلُهَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَنَصَّ فِي الْبُوَيْطِىُّ
أَنَّهُ يَطُولُهَا نَحْوَ الرُّكُوعِ الَّذِي قَبْلَهَا وَاللهُ أَعْلَمُ
فَالسُّجُودِ الْأَوَّلِ كَالرُّكُوعِ الْأَوَّلِ وَهَكَذَاوَتُسَنُّ جَمَاعَةٌ
أَىْ تُسَنُّ الْجَمَاعَةُ فِيهَا وَيُنَادَى لَهَااَلصَّلَاةُ جَامِعَةٌ
وَيَجْهَرُ بِقِرَاءَةِ كُسُوفِ الْقَمَرِ لَا الشَّمْسِبَلْ يُسِرُّ فِيهَا
لِأَنَّهَا نَهَارِيَّةٌ
Artinya: Bertasbih dalam ruku’ pertama
kira-kira lamanya seperti lamanya membaca seratus ayat dari surat Al-Baqarah,
ruku’ kedua delapan puluh ayat, ketiga tujuh puluh ayat dan keempat lima puluh
ayat. Saya berpendapat bahwa pendapat yang sahih adalah memanjangkan sujud
sebagaimana dalam hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dan pendapat
imam Syafi’i yang terdapat dalam kitab Mukhtashar al-Buwaithi bahwa ia
memanjangkan sujud seperti memanjangkan ruku’ yang sebelum sujud. Wallahu
a’lam. Karenanya, sujud yang pertama itu panjangnya seperti ruku’ yang pertama
begitu seterusnya. Shalat gerhana matahari sunah dilaksanakan secara berjamaah
dan diseru dengan ungkapan ash-shalâtu jâmi’ah. Disunahkan meninggikan suara
ketika membaca surat dalam shalat gerhana bulan, bukan gerhana matahari bahkan
memelankan bacaan suratnya karena shalat gerhana matahari merupakan shalat
sunah yang dilakukan siang hari. (lihat Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawi,
As-Sirajul Wahhaj, Beirut, Darul Ma’rifah, tt, halaman: 98).
Setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan
dua khutbah sebagaimana khutbah Jumat. Namun jika shalat sunah gerhana matahari
dilakukan sendirian, tidak perlu ada khutbah. Begitu juga jika semua jamaahnya
adalah perempuan. Tetapi jika ada salah satu dari perempuan tersebut yang
berdiri untuk memberikan mauidlah tidak ada masalah (la ba’sa bih).
(وَيَخْطُبُ الْإِمَامُ) أَيْ أَوْ نَائِبُهُ وَتُخْتَصُّ
الْخُطْبَةُ بِمَنْ يُصَلِّي جَمَاعَةً مِنَ الذُّكُورِ فَلَا خُطْبَةَ
لِمُنْفَرِدٍ وَلَا لِجَمَاعَةِ النِّسَاءِ فَلَوْ قَامَتْ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ
وَوَعَظَتْهُنَّ فَلَا بَأْسَ بِهِ كَمَا فِى خُطْبَةِ الْعِيدِ
Artinya: Kemudian imam berkhutbah atau
orang yang menggantikan imam. Khutbah dikhususkan bagi orang laki-laki yang
yang mengikuti shalat tersebut secara jamaah. Karenanya, tidak ada khutbah bagi
orang yang shalat sendirian juga bagi jamaah perempuan, (akan tetapi, pent)
jika salah satu dari jamaah perempuan berdiri dan memberikan mauidlah, tidak
apa-apa sebagaimana dalam khutbah shalat id. (lihat Ibrahim Al-Baijuri,
Hasyiyatus Syeikh Ibrahim Al-Baijuri, Indonesia, Darul Kutub Al-Islamiyyah,
1428 H/2007 M, juz I, halaman 438).
Disarankan sebaiknya ruku’ dan sujud dalam
shalat gerhana dipanjangkan sebagaimana penjelasan di atas, tetapi jika tidak
juga tidak apa-apa. Begitu juga sebaiknya sebelum melakukan shalat terlebih
dahulu mandi karena merupakan salah satu yang disunahkan.@
Illustrasi by Hippopx.com
Posting Komentar untuk "SHALAT GERHANA"