PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI TAHUN 1950 - 1959 (DEMOKRASI LIBERAL)

 


DOAPARAWALI.or.id - Masa demokrasi liberal ditandai oleh penerapan UUD Sementara 1950, yang mulai berlaku pada 17 Agustus 1950 sebagai dasar negara Kesatuan II Republik Indonesia. UUD Sementara 1950 awalnya merupakan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia melalui Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 1950. Undang-Undang Dasar ini kemudian disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Dalam Pengantar UUD Sementara 1950, ditegaskan bahwa Pancasila menjadi dasar negara Kesatuan dengan rumusan yang sama dengan Konstitusi Sementara RIS, dan juga termasuk pasal tentang pendidikan yang sama dengan pasal 30 Konstitusi Sementara RIS.

Tujuan pendidikan dan pengajaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang berlaku di Republik Indonesia, kemudian melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 berlaku untuk seluruh Indonesia. Tujuan tersebut adalah membentuk manusia yang berbudi pekerti, cakap, menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air (pasal 3). Pendidikan dan pengajaran didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan, dan kebudayaan kebangsaan Indonesia (pasal 4). Pasal 5 menyatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah di Indonesia, namun di Taman Kanak-Kanak dan tiga kelas terendah di sekolah rendah, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 mulai berlaku di seluruh Indonesia sebagai bagian dari Negara Kesatuan pada tanggal 18 Maret 1954 setelah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954.

Sistem pendidikan pada masa demokrasi liberal ini pada dasarnya mengikuti sistem sebelumnya yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954. Berdasarkan pasal 6 ayat 1, pendidikan dan pengajaran dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

  1. Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak.
  2. Pendidikan dan pengajaran rendah.
  3. Pendidikan dan pengajaran menengah.
  4. Pendidikan dan pengajaran tinggi.

Pada tahun 1950, dalam upaya untuk menyediakan pendidikan dan pengajaran bagi semua warga negara, direncanakan kewajiban belajar selama 10 tahun yang dimulai dengan uji coba di Kabupaten Pasuruan (wilayah daratan) dan Kabupaten Jepara (wilayah laut). Pada tahun yang sama, untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan kewajiban belajar, diselenggarakan Kursus Pengajar untuk Kursus Pengantar ke Kewajiban Belajar (KPK-PKB) dengan durasi belajar 4 tahun, namun setelah 1 tahun, calon pengajar diharuskan mengajar sambil melanjutkan belajar melalui kursus tertulis.

Dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1951 tentang Pelaksanaan Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat dalam Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan kepada Provinsi. Peraturan Pemerintah ini antara lain menetapkan:

  1. Tugas dan kewajiban Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam mendirikan dan menyelenggarakan sekolah rendah kecuali Sekolah Rakyat Latihan.
  2. Tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam memberikan subsidi kepada sekolah rendah swasta.
  3. Sekolah rendah dengan semua urusan terkait penyelenggaraannya.
  4. Tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam pendirian dan penyelenggaraan kursus pengetahuan umum (KPU) tingkat B dan C serta pemberian subsidi kepada kursus swasta semacam itu; pendirian dan penyelenggaraan perpustakaan rakyat tingkat menengah dan atas; serta pendirian dan penyelenggaraan kursus pengajaran kewajiban belajar (KPKPKB).
  5. Tugas menjadi penghubung antara Pemerintah dan gerakan pemuda.
  6. Tugas untuk memimpin dan mengembangkan kesenian daerah.

Peraturan Bersama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan Menteri Agama. No. 17678/Kab. Tanggal 16 Juli 195, yang antara lain menetapkan :

  1. Di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan vak) diberikan pendidikan Agama (Pasal 1).
  2. Di sekolah-sekolah renda, pendidikan Agama dimulai di kelas 4. banyaknya 2 (dua) jam pelajaran dalam satu minggu (pasal 2 ayat (1).
  3. Di lingkungan yang istimewa, pendidikan Agama dimulai di kelas 1 dan jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurang dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain-lain lingkungan (pasal 2 ayat 2).
  4. Di sekolah-sckolah lanjutan tingkat pertama dan tingat atas, baik sekolah-sekolah amu maupun vak diberi pendidikan Agama 2 (dua) jam pelajaran dalam tiap-tiap minggu (Pasal 3).
  5. Pendidikan agama diberikan menurut Agama murid masing-masing.
  6. Pendidikan agama diberikan kepada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang kurangnya sepuluh orang yang menganut suatu macam agama (Pasal 4 ayat (2)).
  7. Murid dalam suatu kelas yang memeluk Agama lain dari pada yang sedang diajarkan padu sesuatu waktu dan murid-murid yang meskipun memeluk Agama yang sedang diajarkan, tetapitidak mendapat izin dari dari orang tuanya untuk mengikuti pelajaran itu, bolch meninggalkan kelasnya selamajam pelajaran Agama itu (Pasal 4 ayat (3).
  8. Guru-guru agama diangkat, diberhentikan dan sebagaimana oleh Menteri Agama atas instansi Agama yang berkepentinga (Pasal 5, ayat (1)).
  9. Begitu pula segala biaya untuk pendidikan Agama itu menjadi tanggungan Kementrian Agama (Pasal 5 ayat (2)).
  10. Guru-guru agama tunduk kepada aturan-aturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu sekolah (pasal 6 ayat (1) 11) Dalam hal itu wajib memahami bahwa kuasa tertinggi di sekolahada pada Kepala Sekolah (Pasal 6, ayat [21).

Awalnya, tenaga kerja di bidang Pendidikan Masyarakat didominasi oleh guru-guru sekolah. Namun, untuk meningkatkan jumlah tenaga Pendidikan Masyarakat dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan kerja, beberapa jenis kursus dan pusat latihan didirikan, di antaranya sebagai berikut:

  1. Kursus Pengasuh Pendidikan Masyarakat, dengan durasi satu tahun setelah menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1960. Setelah lulus, mereka ditugaskan untuk menyelenggarakan dan mengasuh kursus-kursus Pendidikan Masyarakat di desa-desa.
  2. Kursus Penunjang Pendidikan Masyarakat, dengan durasi satu tahun setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama.
  3. Kursus Penilik Pendidikan Masyarakat, dengan durasi satu tahun setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas. Pada tahun 1951, kursus ini didirikan di Yogyakarta, dan pada tahun 1961 di Lembang. Lulusannya ditugaskan di tingkat kewedanaan.
  4. Pusat Latihan Pendidikan Masyarakat (PLPM) di Kebon Jeruk, Jakarta, didirikan pada tahun 1956. Pada tahun 1964, PLPM ini menjadi Pusat Latihan Nasional Pendidikan Masyarakat. Pada tahun 1957, terdapat 13 PLPM, dan pada tahun 1959 jumlahnya meningkat menjadi 14.

Sejak tahun 1951, lembaga pendidikan swasta mulai bermunculan, baik dalam bentuk kelanjutan dari kegiatan yang telah ada sebelumnya maupun pendirian sekolah-sekolah baru. Selain sekolah-sekolah dengan ciri keagamaan, terdapat juga sekolah-sekolah dengan ciri kebangsaan dan netral. Pada tahun 1950, didirikan Majelis Pusat Pendidikan Kristen (MPPK), sebuah badan yang mengkoordinasikan penyelenggaraan sekolah-sekolah Kristen di seluruh Indonesia. Lembaga pendidikan Katolik juga mengalami perkembangan pesat. Untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang, Muhammadiyah yang awalnya hanya mengajarkan ilmu agama juga mulai mengajarkan ilmu-ilmu umum. Selain mendirikan sekolah-sekolah agama seperti madrasah Ibtidaiyah, madrasah Tsanawiyah, madrasah Mu'allimin, madrasah Pendidikan Guru Agama, Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah umum seperti TK SR, SMP, SMA, SGB, SGA, SKP, SMEP, yang sejalan dengan struktur pendidikan negeri. Hal yang sama juga dilakukan oleh Nahdlatul Ulama. Taman Siswa juga terus mengembangkan kegiatan pendidikannya dengan mendirikan sekolah-sekolah Taman Siswa di seluruh Indonesia. Selain itu, juga berkembang sekolah-sekolah swasta netral yang tidak terkait dengan agama atau kebangsaan, tetapi lebih mengikuti kebijakan Pemerintah.@

Illustrasi by Wikimedia Commons

Posting Komentar untuk "PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI TAHUN 1950 - 1959 (DEMOKRASI LIBERAL)"