DOAPARAWALI.or.id - Fanatisme yang berlebihan terhadap seseorang seringkali menjadi ladang subur bagi kekecewaan dan penyesalan yang mendalam. Dalam realitasnya, tidak ada manusia yang sempurna. Meskipun memiliki prestasi atau bakat yang luar biasa, setiap individu memiliki sisi gelap dan keterbatasan yang perlu diakui. Ketika fanatisme membayangi dan menguasai pikiran, orang-orang cenderung melupakan kenyataan ini, dan akibatnya, mereka merasakan pahitnya kekecewaan ketika idola mereka jatuh dari piedestal yang tinggi.
Fanatisme yang berlebihan seringkali dipicu
oleh ketidaktahuan dan ketidakpahaman tentang kehidupan nyata seseorang.
Orang-orang yang menjadi fanatik cenderung hanya melihat sisi terang dan
gemilang dari idola mereka, mengagumi prestasi mereka tanpa menyadari bahwa di
balik itu semua, ada juga kelemahan dan kegagalan yang mungkin tidak terlihat.
Oleh karena itu, fanatisme yang buta dan tanpa kritis mengabaikan fakta bahwa
setiap manusia adalah makhluk yang tak sempurna. Albert Einstein pernah
mengingatkan, "Fanatisme adalah kekuatan buta dan membahayakan dirinya
sendiri." Kata-kata ini menggambarkan bagaimana fanatisme yang tidak
terkendali dapat merusak individu itu sendiri, karena mengabaikan realitas dan
kelemahan yang ada.
Dalam beberapa kasus, fanatisme yang
berlebihan dapat membutakan pandangan seseorang dan merusak hubungan sosial.
Seseorang yang terlalu fanatik mungkin menjadi terlalu protektif terhadap idola
mereka, bahkan pada tingkat yang ekstrem. Mereka menolak untuk melihat
kesalahan atau kekurangan yang ada, sehingga menjadi tidak mampu menerima
kritik konstruktif. Hal ini berdampak negatif pada interaksi dengan orang lain,
karena kebutaan fanatik ini dapat memicu konflik dan pertentangan yang tidak
perlu.
Fanatisme yang berlebihan juga berpotensi
memicu kekecewaan yang mendalam. Ketika seseorang menjadikan idola mereka
sebagai sumber inspirasi utama, harapan mereka seringkali terlalu tinggi.
Mereka menganggap idola mereka sebagai manusia super yang tidak mungkin salah
atau mengecewakan. Namun, ketika idola itu membuat kesalahan atau gagal
memenuhi harapan yang tinggi, kekecewaan tidak dapat dihindari. Kehancuran yang
dihasilkan dari kekecewaan semacam itu dapat sangat menghancurkan, membuat
orang yang fanatik merasakan rasa penyesalan yang mendalam.
Dalam menghadapi fanatisme yang berlebihan
terhadap seseorang, penting bagi individu untuk tetap rasional dan objektif.
Mengagumi seseorang atau memiliki idola adalah hal yang wajar, namun harus
diimbangi dengan pemahaman bahwa mereka juga manusia dengan kelemahan.
Menempatkan harapan yang realistis dan menerima ketidaksempurnaan adalah
langkah awal dalam menghindari kekecewaan dan penyesalan yang mendalam.
Sadarlah bahwa kulminasi dari fanatisme
yang berlebihan terhadap seseorang dapat membawa akibat yang buruk. Tidak ada
manusia yang sempurna, dan fanatisme yang buta dan tanpa kritis mengabaikan
kenyataan ini. Fanatisme yang berlebihan berpotensi merusak hubungan sosial,
memicu kekecewaan yang mendalam, dan menghalangi perkembangan diri. Oleh karena
itu, penting bagi setiap individu untuk tetap rasional dan objektif dalam
menghadapi fanatisme, mengakui kelemahan dan ketidaksempurnaan dari idola
mereka. Renungi pernyataan dari Friedrich Nietzsche ini, "Fanatisme adalah
satu-satunya bentuk kebohongan yang dapat dihadapi oleh orang yang
cerdas." Hanya orang yang cerdas dan kritis mampu melihat melampaui
kesalahan dan ketidaksempurnaan dari idola mereka, dan tidak terjerat dalam
perangkap fanatisme yang menyesatkan.@
Illustrasi by Hippopx.com
Sofiandi, PhD, Research Fellow di Fath Institute for Islamic Research Jakarta, IRDAK Institute of Singapore, Asia-Pacific Journal on Religion and Society, Institute for Southeast Asian Islamic Studies, Islamic Linkage for Southeast Asia, Dosen IAI Arrisalah, Anggota Dewan Masjid Indonesia, Ketua Dewan Pembina Badan Koordinasi Muballigh Indonesia Prov. Kepri, Anggota ICMI Prov. Kepri, Pemimpin Redaksi ACADEMICS TV, Direktur Swara Akademika Indonesia Foundation, Pembina Ikatan Wartawan Online Indonesia Prov. Kepri.
Posting Komentar untuk "FANATISME BERLEBIH: KETIKA KEKECEWAAN MENYERGAP | Sofiandi, PhD"