DINAMIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI TAHUN 1969- 1998(MASA ORDE BARU)

 


DOAPARAWALI.or.id - Perubahan pendidikan dari masa ke masa mengalami peningktan yang sangat baik pada Orde Baru juga perubahan itu terlihat mulai dari perubahan kurikulumnya, sistem pendidikannya dan bahkan untuk menentukan kelulusanya pun berubah bukan berdasarkan nilai Ujian Nasional bahkan pada masa Orde Baru ini pemerintah mewajibkan anak-anak berusia 7-12 tahun untuk mengenyam pendidikan Sekolah Dasar biasa disebut sebagai wajib belajar 6 tahun. Di samping itu ada dampak negatifnya juga pada pendidikan Orde Baru ini dikarenakan sistem pemerintahanya otoriter sehingga paham Orde Baru yang membuat kita khawatir buat melangkah lebih maju.

Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk tingkatkan taraf kehidupan rakyat, terlebih buat tingkatkan sumber energi manusia Indonesia, namun malah mengutamakan orientasi politik supaya seluruh rakyat itu senantiasa patuh pada tiap kebijakan pemerintah. Jika putusan pemerintah merupakan putusan yang adil dan tidak boleh dilanggar. Seperti itu doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar hingga pada tingkatan pendidikan tinggi, pendidikan yang sepatutnya memiliki kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan difokuskan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin. Seluruhnya serba kaku serta berjalan dalam sistem yang otoriter.

Secara umum tujuan pendidikan sudah ditanyakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII pasal 31: a). Masing- masing penduduk negeri berhak mendapat pengajaran; b). Pemerintah mengusahakan serta menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Perihal tersebut kemudian dikuatkan dalam pasal 4 ketetapan MPRS Nomor XXII/MPRS/1966 tersebut, berikutnya disebutkan tentang isi pendidikan wajib memuat: a). Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, serta menguatkan kepercayaan beragama; b). Mempertinggi kecerdasan serta keahlian; c). Membina/mengebankan fisik yang kuat serta sehat.

Ketetapan MPRS di atas jadi indikator berubahnya pendidikan nasional dari Orde Lama mengarah ke Orde Baru. Itu sangat kentara. Paling tidak, ada 2 perihal, yakni pembentukan manusia secara pancasilais sejati yang berhubungan oleh kejadian tragis pasca Gerakan 30 September ataupun 1 Oktober, kala Orde Baru menuduh PKI selaku pengkhianat Pancasila sebab ingin mengganti Dasar Negera Pancasila menjadi komunis. Setelah itu yang kedua merupakan mengganti mental penduduk yang penuh doktrindoktrin Manipol USDEK, yang merupakan kebijakan Soekarno.

Jadi, Orde Baru berupaya mengenali dirinya dengan jalur memutus pengaruh PKI serta Soekarno, tercantum dalam perihal ini bidang pendidikan. Berikutnya, TAP MPRS tersebut menyatakan supaya di perguruanperguruan besar diberikan kebebasan mimbar/ilmiah seluas- luasnya yang tidak menyimpang dari UUD 1945 serta falsafah negeri, Pancasila. Usaha pemerintah Orde Baru untuk memperluas peluang mendapatkan pendidikan dasar mulai terwujud pada 1973. Dengan uang yang ada, pemerintah waktu itu memakainya untuk memeratakan pembangunan pendidikan, antara lain lewat Inpres Nomor. 10 tahun 1973 tentang program dorongan pembangunan sekolah dasar.

Berikutnya usaha yang sudah diawali pada tahun terakhir Pelita I ini setelah itu dilanjutkan pada Pelita II dengan lebih jelas, merumuskan ekspansi peluang belajar sekolah selaku salah satu prioritas pembangunan bidang pendidikan. Orde Baru menjalankan kebijakan pendidikan nasionalnya pada Pelita II. Mulai Pelita II pemerataan pendidikan dijadikan kebijakan pokok. Pada akhir Pelita II, lahirlah Instruksi Presiden untuk pembangunan fasilitas Sekolah Dasar. Semenjak saat itu, ribuan sekolah beserta sarana yang lain disediakan untuk membagikan peluang yang luas untuk anak yang berusia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan Sekolah Dasar presiden (Syaharuddin dan Susanto, 2019).

Tujuan umum Pendidikan Sekolah Dasar menjelaskan agar lulusan-lulusan: a). Mempunyai sifat- sifat dasar selaku masyarakat negeri yang baik; b). Sehat jasmani serta rohani; dan c). Mempunyai pengetahuan, keahlian serta perilaku dasar yang dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di penduduk, meningkatkan diri sesuai serta meningkatkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Adapun tujuan khusus Pendidikan Sekolah Dasar dijelaskan di bawah ini. A. Di bidang Pengetahuan:

1.       Mempunyai pengetahuan dasar yang fungsional tentang.

2.       Dasar-dasar kewarganegara serta pemerintah sesuai dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

3.       Agama yang dianutnya.

4.       Bahasa Indonesia dan penggunaanya selaku perlengkapan komunikasi.

5.       Prinsip- prinsip dasar matematika.

6.       Indikasi dan kejadian yang terjalin di sekitarnya.

7.       Indikasi dan kejadian sosial, baik di masa lampau, ataupun di masa saat ini.

8.       Mempunyai pengetahuan dasar tentang bermacam faktor kebudayaan tradisional.

9.       Memili pengetahuan dasar tentang kesejahteraan keluarga, kependudukan, dan kesehatan.

10.    Mempunyai pengetahuan dasar tentang bermacam bidang pekerjaan yang ada di masyarakat sekitarnya.

 B.        Di bidang Keahlian:

1.         Memahami cara- cara belajar yang baik.

2.         Terampil memakai bahasa Indonesia.

3.         Sanggup membongkar permasalahan simpel secara sistematis dengan menggunakan prinsip ilmu pengetahuan yang sudah diketahuinya.

4.         Sanggup bekerja sama dengan orang lain serta berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan masyarakat.

5.         Mempunyai keahlian olahraga.

6.         Terampil sekurang- kurangnya dalam sesuatu cabang kesenian.

7.         Memili keahlian dasar dalam segi kesejahteraan keluarga serta usaha pembinaan kesehatan.

8.         Memahami sekurang- kurangnya satu tipe keahlian spesial yang cocok dengan atensi kebutuhan lingkungannya, selaku bekal buat mencari nafkah.

 C.        Di bidang Nilai serta Perilaku:

1.         Menerima serta melakukan Pancasila serta Undang- Undnag Dasar 1945.

2.         Menerima serta melakukan ajaran agama serta keyakinan terhadap Tuhan YME yang dianutnya, dan menghormati ajaran agama serta keyakinan terhadap Tuhan YME yang dianut orang lain.

3.         Menyayangi sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya.

4.         Mempunyai perilaku demokratis serta tenggang rasa.

5.         Mempunyai rasa tanggung jawab.

6.         Bisa menghargai kebudayaan dan tradisi nasional tercantum bahasa Indonesia

7.         Yakin pada diri sendiri serta berlagak makarya.

8.         Mempunyai atensi serta perilaku positif terhadap ilmu pengetahuan.

9.         Mempunyai pemahaman hendak disiplin serta patuh pada peraturan yang berlaku, leluasa dan jujur.

10.      Mempunyai inisiatif, energi kreatif, perilaku kritis, rasional dan obyektif dalam membongkar perkara.

11.      Mempunyai perilaku hemat, serta produktif.

12.      Mempunyai atensi dan perilaku positif serta konstruktif terhadap berolahraga dan hidup sehat 

13.      Mengadapi tiap tipe pekerjaan serta prestasi kerja di warga tanpa memandang besar rendahnya nilai sosial- ekonomi masingmasing tipe pekerjaan tersebut serta berjiwa dedikasi kepada warga.

14.      Mempunyai pemahaman menghargai waktu (Yusuf, 2018).

Kurikulum Pada Masa Orde Baru

A.    Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bertabiat teoritis, tidak mengaitkan dengan kasus faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya berfungsi sebagai individu yang masif, dengan hanya menghapal teori- teori yang ada, tanpa terdapat pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif serta psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Instan, kurikulum ini hanya menekankan pembuatan partisipan didik hanya dari segi intelektualnya saja (https://attriolong.com diakses).

B.    Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, supaya pendidikan lebih efisien serta efektif berdasar MBO( management by objective). Tata cara, materi, serta tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan sebutan“ satuan pelajaran”, ialah rencana pelajaran tiap satuan bahasan. Tiap satuan pelajaran dirinci jadi: tujuan instruksional universal (TIU), tujuan instruksional khusus( TIK), materi pelajaran, perlengkapan pelajaran, aktivitas belajar- mengajar, serta penilaian. Pada kurikulum ini kedudukan guru jadi lebih berarti, sebab tiap guru harus untuk membuat rincian tujuan yang mau dicapai sepanjang proses belajar- mengajar berlangsung. Masing- masing guru wajib perinci dalam perencanaan penerapan program belajar mengajar. Tiap tatap muka sudah di atur serta dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini seluruh proses belajar mengajar jadi sistematis dan bertahap

(https://attriolong.com)

C.  Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung“ process skill approach”. Proses jadi lebih berarti dalam penerapan pendidikan. Kedudukan siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati suatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga memberi tahu. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif( CBSA) ataupun Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru selaku fasilitator, sehingga wujud aktivitas ceramah tidak lagi ditemui dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan selaku subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa pula diperankan dalam pembuatan sesuatu pengetahuan dengan diberi peluang untuk mengemukakan komentar, bertanya, serta mendiskusikan sesuatu (https://attriolong.com)

D. Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 ialah hasil upaya untuk memadukan kurikulum- kurikulum tadinya, paling utama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini wujud opresi kepada siswa mulai terjalin dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional hingga muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing- masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keahlian daerah, dan lain- lain. Bermacam kepentingan kelompok- kelompok masyarakat pula menekan supaya isu- isu tertentu masuk dalam kurikulum. Kesimpulannya, Kurikulum 1994 menjelma jadi kurikulum luar biasa padat.  banyaknya beban belajar siswa yang wajib mereka tuntaskan, serta mereka tidak mempunyai opsi untuk menerima ataupun menolak terhadap banyaknya beban belajar itu (https://attriolong.com).

Penerapan Sisitem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru

Penerapan pendidikan pada masa Orde Baru faktanya banyak mendapatkan hambatan, dikarenkan pendidikan Orde Baru mengusung pandangan hidup “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS dan UMPTN adalah seleksi yang menjadi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Pada pendidikan Orde Baru kesetaraan dalam pendidikan tidak bisa diciptakan sebab faktor dominatif serta submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan Orde Baru. Pada saat itu, siswa diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor- faktor kurikulum yang lain untuk jadi peka terhadap lingkungan. Beberapa perihal negatif lain yang terbentuk pada masa ini antara lain yaitu, pertama, bahan- bahan pendidikan ditunjukan untuk jadi pekerja sehingga berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan ide pikirannya (tidak memanusiakan manusia). Kedua, lahirnya kalangan terdidik yang tumpul hendak kepekaan sosial, serta banyaknya anak muda yang beranggapan positivistik. Ketiga, hilangnya kebebasan berkomentar. Pemerintah Orde Baru yang dipandu oleh Soeharto mengedepankan motto “membangun      manusia             Indonesia        seutuhnya        serta Warga Indonesia” (https://attriolong.com).

Pada masa ini segala wujud pendidikan diperuntukan untuk penuhi hasrat penguasa, paling utama untuk pembangunan nasional. Siswa selaku peserta didik, dididik untuk jadi manusia“ pekerja” yang nanti hendak berfungsi selaku perlengkapan penguasa dalam memastikan arah kebijakan negeri. Pendidikan bukan diperuntukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, tetapi untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi  kepentingan penguasa pada saat itu. Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap pendidikan merupakan sistem doktrinisasi. Ialah suatu sistem yang memaksakan paham- paham pemerintahan Orde Baru supaya tertanam pada benak anak- anak. Apalagi dari semenjak sekolah dasar hingga pada tingkatan perguruan tinggi, diharuskan untuk menjajaki penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila (https://mygugum.woardpress.com).

Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham- paham Orde Baru, namun juga sistem pendidikan masa Orde Baru yang menolak seluruh wujud budaya asing, baik itu yang memiliki nilai baik maupun memiliki nilai kurang baik. Paham Orde Baru yang membuat kita khawatir buat melangkah lebih maju. Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk tingkatkan taraf kehidupan rakyat, terlebih buat tingkatkan sumber energi manusia Indonesia, namun malah mengutamakan orientasi politik supaya seluruh rakyat itu senantiasa patuh pada tiap kebijakan pemerintah. Jika putusan pemerintah merupakan putusan yang adil dan tidak boleh dilanggar. Seperti itu doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar hingga pada tingkatan pendidikan tinggi, pendidikan yang sepatutnya memiliki kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan difokuskan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin. Seluruhnya serba kaku serta berjalan dalam sistem yang otoriter (http://ranggambojoarea.blogspot.com).@

Illustrasi by Wikimedia Commons

Posting Komentar untuk "DINAMIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI TAHUN 1969- 1998(MASA ORDE BARU)"