DOAPARAWALI.or.id - Perubahan pendidikan dari masa ke masa mengalami peningktan yang sangat baik pada Orde Baru juga perubahan itu terlihat mulai dari perubahan kurikulumnya, sistem pendidikannya dan bahkan untuk menentukan kelulusanya pun berubah bukan berdasarkan nilai Ujian Nasional bahkan pada masa Orde Baru ini pemerintah mewajibkan anak-anak berusia 7-12 tahun untuk mengenyam pendidikan Sekolah Dasar biasa disebut sebagai wajib belajar 6 tahun. Di samping itu ada dampak negatifnya juga pada pendidikan Orde Baru ini dikarenakan sistem pemerintahanya otoriter sehingga paham Orde Baru yang membuat kita khawatir buat melangkah lebih maju.
Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde
Baru bukan untuk tingkatkan taraf kehidupan rakyat, terlebih buat tingkatkan
sumber energi manusia Indonesia, namun malah mengutamakan orientasi politik
supaya seluruh rakyat itu senantiasa patuh pada tiap kebijakan pemerintah. Jika
putusan pemerintah merupakan putusan yang adil dan tidak boleh dilanggar.
Seperti itu doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada
masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar hingga pada
tingkatan pendidikan tinggi, pendidikan yang sepatutnya memiliki kebebasan
dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan difokuskan pada pengembangan
militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang
dingin. Seluruhnya serba kaku serta berjalan dalam sistem yang otoriter.
Secara umum tujuan pendidikan sudah
ditanyakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII pasal 31: a). Masing- masing
penduduk negeri berhak mendapat pengajaran; b). Pemerintah mengusahakan serta
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang. Perihal tersebut kemudian dikuatkan dalam pasal 4 ketetapan MPRS
Nomor XXII/MPRS/1966 tersebut, berikutnya disebutkan tentang isi pendidikan
wajib memuat: a). Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, serta menguatkan
kepercayaan beragama; b). Mempertinggi kecerdasan serta keahlian; c).
Membina/mengebankan fisik yang kuat serta sehat.
Ketetapan MPRS di atas jadi indikator
berubahnya pendidikan nasional dari Orde Lama mengarah ke Orde Baru. Itu sangat
kentara. Paling tidak, ada 2 perihal, yakni pembentukan manusia secara
pancasilais sejati yang berhubungan oleh kejadian tragis pasca Gerakan 30
September ataupun 1 Oktober, kala Orde Baru menuduh PKI selaku pengkhianat
Pancasila sebab ingin mengganti Dasar Negera Pancasila menjadi komunis. Setelah
itu yang kedua merupakan mengganti mental penduduk yang penuh doktrindoktrin
Manipol USDEK, yang merupakan kebijakan Soekarno.
Jadi, Orde Baru berupaya mengenali dirinya
dengan jalur memutus pengaruh PKI serta Soekarno, tercantum dalam perihal ini bidang
pendidikan. Berikutnya, TAP MPRS tersebut menyatakan supaya di
perguruanperguruan besar diberikan kebebasan mimbar/ilmiah seluas- luasnya yang
tidak menyimpang dari UUD 1945 serta falsafah negeri, Pancasila. Usaha
pemerintah Orde Baru untuk memperluas peluang mendapatkan pendidikan dasar
mulai terwujud pada 1973. Dengan uang yang ada, pemerintah waktu itu memakainya
untuk memeratakan pembangunan pendidikan, antara lain lewat Inpres Nomor. 10
tahun 1973 tentang program dorongan pembangunan sekolah dasar.
Berikutnya usaha yang sudah diawali pada
tahun terakhir Pelita I ini setelah itu dilanjutkan pada Pelita II dengan lebih
jelas, merumuskan ekspansi peluang belajar sekolah selaku salah satu prioritas
pembangunan bidang pendidikan. Orde Baru menjalankan kebijakan pendidikan
nasionalnya pada Pelita II. Mulai Pelita II pemerataan pendidikan dijadikan
kebijakan pokok. Pada akhir Pelita II, lahirlah Instruksi Presiden untuk
pembangunan fasilitas Sekolah Dasar. Semenjak saat itu, ribuan sekolah beserta
sarana yang lain disediakan untuk membagikan peluang yang luas untuk anak yang
berusia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan Sekolah Dasar presiden
(Syaharuddin dan Susanto, 2019).
Tujuan umum Pendidikan Sekolah Dasar
menjelaskan agar lulusan-lulusan: a). Mempunyai sifat- sifat dasar selaku
masyarakat negeri yang baik; b). Sehat jasmani serta rohani; dan c). Mempunyai
pengetahuan, keahlian serta perilaku dasar yang dibutuhkan untuk melanjutkan
pelajaran, bekerja di penduduk, meningkatkan diri sesuai serta meningkatkan
diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Adapun tujuan khusus
Pendidikan Sekolah Dasar dijelaskan di bawah ini. A. Di bidang Pengetahuan:
1.
Mempunyai
pengetahuan dasar yang fungsional tentang.
2.
Dasar-dasar
kewarganegara serta pemerintah sesuai dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar
1945.
3.
Agama yang
dianutnya.
4.
Bahasa
Indonesia dan penggunaanya selaku perlengkapan komunikasi.
5.
Prinsip-
prinsip dasar matematika.
6.
Indikasi
dan kejadian yang terjalin di sekitarnya.
7.
Indikasi
dan kejadian sosial, baik di masa lampau, ataupun di masa saat ini.
8.
Mempunyai
pengetahuan dasar tentang bermacam faktor kebudayaan tradisional.
9.
Memili
pengetahuan dasar tentang kesejahteraan keluarga, kependudukan, dan kesehatan.
10.
Mempunyai
pengetahuan dasar tentang bermacam bidang pekerjaan yang ada di masyarakat
sekitarnya.
B. Di bidang Keahlian:
1.
Memahami
cara- cara belajar yang baik.
2.
Terampil
memakai bahasa Indonesia.
3.
Sanggup
membongkar permasalahan simpel secara sistematis dengan menggunakan prinsip
ilmu pengetahuan yang sudah diketahuinya.
4.
Sanggup
bekerja sama dengan orang lain serta berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan
masyarakat.
5.
Mempunyai
keahlian olahraga.
6.
Terampil
sekurang- kurangnya dalam sesuatu cabang kesenian.
7.
Memili
keahlian dasar dalam segi kesejahteraan keluarga serta usaha pembinaan
kesehatan.
8.
Memahami
sekurang- kurangnya satu tipe keahlian spesial yang cocok dengan atensi
kebutuhan lingkungannya, selaku bekal buat mencari nafkah.
C. Di bidang Nilai serta Perilaku:
1.
Menerima
serta melakukan Pancasila serta Undang- Undnag Dasar 1945.
2.
Menerima
serta melakukan ajaran agama serta keyakinan terhadap Tuhan YME yang dianutnya,
dan menghormati ajaran agama serta keyakinan terhadap Tuhan YME yang dianut
orang lain.
3.
Menyayangi
sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya.
4.
Mempunyai
perilaku demokratis serta tenggang rasa.
5.
Mempunyai
rasa tanggung jawab.
6.
Bisa
menghargai kebudayaan dan tradisi nasional tercantum bahasa Indonesia
7.
Yakin pada
diri sendiri serta berlagak makarya.
8.
Mempunyai
atensi serta perilaku positif terhadap ilmu pengetahuan.
9.
Mempunyai
pemahaman hendak disiplin serta patuh pada peraturan yang berlaku, leluasa dan
jujur.
10.
Mempunyai
inisiatif, energi kreatif, perilaku kritis, rasional dan obyektif dalam
membongkar perkara.
11.
Mempunyai
perilaku hemat, serta produktif.
12.
Mempunyai
atensi dan perilaku positif serta konstruktif terhadap berolahraga dan hidup
sehat
13.
Mengadapi
tiap tipe pekerjaan serta prestasi kerja di warga tanpa memandang besar
rendahnya nilai sosial- ekonomi masingmasing tipe pekerjaan tersebut serta
berjiwa dedikasi kepada warga.
14.
Mempunyai
pemahaman menghargai waktu (Yusuf, 2018).
Kurikulum Pada Masa Orde Baru
A. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bertabiat teoritis, tidak mengaitkan dengan kasus faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya berfungsi sebagai individu yang masif, dengan hanya menghapal teori- teori yang ada, tanpa terdapat pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif serta psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Instan, kurikulum ini hanya menekankan pembuatan partisipan didik hanya dari segi intelektualnya saja (https://attriolong.com diakses).
B. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan,
supaya pendidikan lebih efisien serta efektif berdasar MBO( management by
objective). Tata cara, materi, serta tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan sebutan“ satuan
pelajaran”, ialah rencana pelajaran tiap satuan bahasan. Tiap satuan pelajaran
dirinci jadi: tujuan instruksional universal (TIU), tujuan instruksional
khusus( TIK), materi pelajaran, perlengkapan pelajaran, aktivitas belajar-
mengajar, serta penilaian. Pada kurikulum ini kedudukan guru jadi lebih
berarti, sebab tiap guru harus untuk membuat rincian tujuan yang mau dicapai
sepanjang proses belajar- mengajar berlangsung. Masing- masing guru wajib
perinci dalam perencanaan penerapan program belajar mengajar. Tiap tatap muka
sudah di atur serta dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini seluruh
proses belajar mengajar jadi sistematis dan bertahap
(https://attriolong.com)
C. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung“ process skill approach”. Proses jadi lebih berarti dalam penerapan pendidikan. Kedudukan siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati suatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga memberi tahu. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif( CBSA) ataupun Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru selaku fasilitator, sehingga wujud aktivitas ceramah tidak lagi ditemui dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan selaku subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa pula diperankan dalam pembuatan sesuatu pengetahuan dengan diberi peluang untuk mengemukakan komentar, bertanya, serta mendiskusikan sesuatu (https://attriolong.com)
D. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 ialah hasil upaya untuk
memadukan kurikulum- kurikulum tadinya, paling utama kurikulum 1975 dan 1984.
Pada kurikulum ini wujud opresi kepada siswa mulai terjalin dengan beratnya
beban belajar siswa, dari muatan nasional hingga muatan lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing- masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keahlian daerah, dan lain- lain. Bermacam kepentingan
kelompok- kelompok masyarakat pula menekan supaya isu- isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Kesimpulannya, Kurikulum 1994 menjelma jadi kurikulum luar biasa
padat. banyaknya beban belajar siswa
yang wajib mereka tuntaskan, serta mereka tidak mempunyai opsi untuk menerima
ataupun menolak terhadap banyaknya beban belajar itu (https://attriolong.com).
Penerapan Sisitem Pendidikan Indonesia
Pada Masa Orde Baru
Penerapan pendidikan pada masa Orde Baru
faktanya banyak mendapatkan hambatan, dikarenkan pendidikan Orde Baru mengusung
pandangan hidup “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang
pendidikan. EBTANAS dan UMPTN adalah seleksi yang menjadi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Pada pendidikan Orde Baru kesetaraan dalam
pendidikan tidak bisa diciptakan sebab faktor dominatif serta submisif masih
sangat kental dalam pola pendidikan Orde Baru. Pada saat itu, siswa diberikan
beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan
alokasi kepentingan dengan faktor- faktor kurikulum yang lain untuk jadi peka
terhadap lingkungan. Beberapa perihal negatif lain yang terbentuk pada masa ini
antara lain yaitu, pertama, bahan- bahan pendidikan ditunjukan untuk jadi
pekerja sehingga berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup
dengan ide pikirannya (tidak memanusiakan manusia). Kedua, lahirnya kalangan terdidik
yang tumpul hendak kepekaan sosial, serta banyaknya anak muda yang beranggapan
positivistik. Ketiga, hilangnya kebebasan berkomentar. Pemerintah Orde Baru
yang dipandu oleh Soeharto mengedepankan motto “membangun manusia Indonesia
seutuhnya serta Warga Indonesia” (https://attriolong.com).
Pada masa ini segala wujud pendidikan
diperuntukan untuk penuhi hasrat penguasa, paling utama untuk pembangunan
nasional. Siswa selaku peserta didik, dididik untuk jadi manusia“ pekerja” yang
nanti hendak berfungsi selaku perlengkapan penguasa dalam memastikan arah
kebijakan negeri. Pendidikan bukan diperuntukan untuk mempertahankan eksistensi
manusia, tetapi untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi kepentingan penguasa pada saat itu. Yang
lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap pendidikan
merupakan sistem doktrinisasi. Ialah suatu sistem yang memaksakan paham- paham
pemerintahan Orde Baru supaya tertanam pada benak anak- anak. Apalagi dari
semenjak sekolah dasar hingga pada tingkatan perguruan tinggi, diharuskan untuk
menjajaki penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila
(https://mygugum.woardpress.com).
Proses indoktrinisasi ini tidak hanya
menanamkan paham- paham Orde Baru, namun juga sistem pendidikan masa Orde Baru
yang menolak seluruh wujud budaya asing, baik itu yang memiliki nilai baik
maupun memiliki nilai kurang baik. Paham Orde Baru yang membuat kita khawatir
buat melangkah lebih maju. Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru
bukan untuk tingkatkan taraf kehidupan rakyat, terlebih buat tingkatkan sumber
energi manusia Indonesia, namun malah mengutamakan orientasi politik supaya
seluruh rakyat itu senantiasa patuh pada tiap kebijakan pemerintah. Jika
putusan pemerintah merupakan putusan yang adil dan tidak boleh dilanggar.
Seperti itu doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada
masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar hingga pada
tingkatan pendidikan tinggi, pendidikan yang sepatutnya memiliki kebebasan
dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan difokuskan pada pengembangan
militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang
dingin. Seluruhnya serba kaku serta berjalan dalam sistem yang otoriter
(http://ranggambojoarea.blogspot.com).@
Illustrasi by Wikimedia Commons
Posting Komentar untuk "DINAMIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI TAHUN 1969- 1998(MASA ORDE BARU)"