DOAPARAWALI.or.id - Menjadi seorang dai, sebaiknya tidak terlalu sering menerima hadiah dari jamaahnya agar tidak terjebak dalam situasi di mana kita sulit untuk menegur kesalahan mereka, karena jumlah hadiah yang diterima terlalu banyak. Oleh karena itu, sebagai seorang dai, penting untuk memiliki sumber penghasilan mandiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada amplop yang diterima.
BACA
JUGA : PUASA TARWIYAH DAN ARAFAH: MENYAMBUT MOMEN PENTING
DALAM IBADAH HAJI
Saat mengadakan kajian, disarankan untuk
menggunakan pakaian terbaik, kendaraan terbaik, dan perangkat telepon terbaik
yang diperoleh melalui usaha sendiri. Namun, tetaplah bersikap santun dan
rendah hati terhadap jamaah.
BACA
JUGA : RAHASIA KURBAN: ISMAIL ATAU ISHAQ YANG “DISEMBELIH”?
Sebagai seorang dai, kita tidak boleh
terjebak dalam kehidupan dunia, tetapi kita dapat memanfaatkan hal-hal duniawi
untuk mencapai tujuan yang baik dan memberikan berkah. Perlu diperlihatkan
kepada umat bahwa seorang dai memiliki kehormatan di dunia dan di akhirat,
tidak tergantung pada hasil kegiatan dakwahnya.
Tunjukkan kepada umat bahwa dai itu mulia
dunia akhirat, tidak tergantung dari hasil kegiatan dakwahnya.
Suka geli-geli gimana kalau ada dai cerita
sedang hidup susah, eh kemudian bersyukur tahu-tahu dapat rejeki nomplok e
ternyata berupa hadiah pemberian dari jamaah. Ya gimana jamaah gak memberi
kalau ustadznya susah hidupnya gitu. Mereka kasian, bro. Bangga kok pemberian
orang. Bangga tu ngasih orang.
Akhir-akhir ini, saya merasa aneh dengan
sikap beberapa dai yang tampak diam dan tidak mengeluarkan pernyataan apapun
mengenai tindakan buruk yang dilakukan oleh seorang jamaah, bahkan tindakan
tersebut telah merusak citra dakwah salaf. Setelah diselidiki, ternyata jamaah
tersebut memberikan hadiah dalam jumlah yang besar kepada para dai dan keluarga
mereka. Bukan hanya kepada para dai, tetapi juga kepada lembaga mereka. Jumlah
donasi yang diberikan tidak sedikit, bahkan mencapai ratusan juta rupiah dan
beberapa lembaga donasi ditopang oleh pemberi donasi tersebut.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
berkata kepada Hakim bin Hizam:
يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ
خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ،
وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ
وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu
hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak
tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa
yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya,
seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik
daripada tangan yang di bawah.”
(HR. Bukhari no. 1472 dan Muslim no. 1035). @
Illustrasi by Wikimedia Commons
Posting Komentar untuk "DAI DAN AMPLOP"