ALENIASATU.com - Shalat jenazah adalah satu dari empat fardhu kifayah, yaitu memandikan, mengafani, menyolatkan dan mengebumikan. Fardhu kifayah ini harus dilakukan oleh orang-orang yang berada di sekeliling orang yang meninggal dunia.
Kemudian berkaitan dengan mendoakan jenazah
setelah takbir ketiga termasuk rukun dari shalat jenazah. Nabi Muhammad saw
bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ
الدُّعَاءَ. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ)
Artinya, "Dari Abu Hurairah ra ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Ketika kalian menyolatkan mayit, maka khususkanlah doa untuknya”, (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Hadits ini termaktub dalam kitab Bulughul
Maram karya Ibnu Hajar Al-'Asqalani dengan nomor hadis 533. Disebutkan bahwa
hadits di atas berderajat shahih oleh Imam Ibnu Hiban
Menurut mazhab Syafi'I, mendoakan mayit
dalam shalat jenazah setelah takbir ketiga hukumnya fardhu dan termasuk bagian dari
rukun-rukun shalat jenazah. Bersandar kepada hadits di atas, dapat difahami
adanya keharusan mendoakan mayit secara khusus yang seminimal-minimalnya adalah
doa seperti “Allahummarhamhu”, Ya Allah rahmatilah dia, sebagaiman
dijelaskan dalam kitab Busyral Karim sebagai berikut:
السادس:
الدعاء للميت بخصوصه بأخروي ولو أقل ما ينطلق عليه اسم الدعاء، كاللهم ارحمه وذلك؛
لأنه المقصود من الصلاة، وما قبله كالمقدمة له
Artinya, "Rukun keenam dalam shalat jenazah adalah mendoakan mayit secara khusus dengan doa yang berkaitan dengan akhirat, sekalipun dengan doa paling minimal semisal “Allahummarhamhu”, karena menoaka mayit itulah tujuan dari menyolatinya. Adapun bacaan sebelum doa tersebut seperti mukadimah untuknya."
Terkait doa dan bacaan lain dalam shalat
jenazah, seperti bacaan surat Al-Fatihah dan shalawat kepada Nabi saw, maka
disunahkan dibaca dengan sirr atau suara pelan. Sedangkan untuk imam,
disunahkan mengeraskan suaranya hanya saat takbir dan salam saja, tidak pada
yang lainnya.
Hukum mengenai imam tidak mengeraskan suara
dalam takbir dan salam adalah khilaful aula, sedangkan mengeraskan suara pada
bacaan Al-Fatihah, shalawat dan mendoakan mayit adalah makruh. Ini berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Umamah sebagai berikut:
رَوَى
النَّسَائِيّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّهُ قَالَ «مِنْ
السُّنَّةِ فِي صَلَاةِ الْجِنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ ثُمَّ يَقْرَأَ بِأُمِّ
الْقُرْآنِ مُخَافَتَةً ثُمَّ يُصَلِّيَ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ثُمَّ يَخُصَّ الدُّعَاءَ لِلْمَيِّتِ وَيُسَلِّمَ
Artinya : “An-Nasa'i meriwayatkan dengan sanad shahih dari Abu Umamah, “Termasuk kesunahan dalam shalat jenazah adalah membaca takbir, membaca Al-Fatihah dengan suara pelan, kemudian membaca shalawat atas Nabi saw dan mengkhususkan doa bagi mayit dan salam". Lihat (Said Ibn Muhammad Ba'ali Baisan, Busyral Karim,[Jedah, Darul Minhaj: 2004 M] halaman 460-461).
Dari sini dapat dipahami bahwa mendoakan
mayit secara khusus hukumnya fardhu dan merupakan rukun shalat jenazah. Oleh
karena itu, wajib bagi setiap orang yang melaksanakan shalat jenazah untuk
mendoakan mayit. Ini tidak hanya kewajiban bagi imam. Namun sunnahnya dibaca
secara pelan atau sirr sekira hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
Bagi orang yang tidak hafal atau tidak
dapat membaca doa tersebut, maka diharuskan untuk berdiam diri selama kira-kira
normalnya orang berdoa.
Hukum dalam perkara ini disamakan dengan
orang yang tidak hafal bacaan Al-Fatihah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
kitab I'anatut Thalibin:
قال سم:
أنظر هل يجري نظير ذلك في الدعاء للميت، حتى إذا لم يحسنه وجب بدله، فالوقوف
بقدره، وعلى هذا فالمراد ببدله قراءة أو ذكر من غير ترتيب بينهما أو معية؟ فيه
نظر، والمتجه الجريان. اه
Artinya, "Ibnul Qasim Al-Abbadi berkata: "Pertimbangkan, apakah berlaku kesamaan masalah tidak hafal Al-Fatihah dengan permasalahan tidak bisa mendoakan mayit dalam shalat jenazah. Sehingga ketika seseorang tidak cakap dalam mendoakan mayit, maka wajib ada bacaan yang menggantikannya; kemudian jika tidak bisa juga, maka diam sekira waktu yang cukup untuk mendoakannya? Berdasarkan pandangan ini maka yang dimaksud bacaan penggantinya adalah membaca ayat atau dzikir tanpa berurutan antara keduanya atau secara bersamaan. Masalah ini perlu dikaji. Namun, arahannya adalah berlaku sama." (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati As-Syafi'i, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II halaman 142).
Maka jika ada, ditengah pelaksanaan shalat
jenazah, imam membaca doa untuk mayit dengan suara keras, supaya makmum tinggal
mengamini saja karena dikhawatirkan adanya kesalahan makmum dalam membaca doa
untuk mayit, maka hal seperti ini tidak diperbolehkan. Karena mendoakan mayit
adalah rukun yang wajib dibaca oleh siapa saja yang melaksanakan shalat
jenazah, termasuk makmum. Maka jika makmum hanya mengaminkan doa imam, maka hal
ini tidak mencukupi.
Apabila ternyata makmum tidak bisa atau
tidak cakap membaca doa untuk mayit tersebut, maka cukup bagi dia menggantinya
dengan membaca ayat atau dzikir, dan jika tidak bisa juga, maka dia cukup berdiam
diri saja seukuran waktu mendoakan mayit. Adapun hukum imam mengeraskan bacaan
doa untuk mayit ditengah pelaksanaan shalat jenazah adalah makruh. Wallahu
a'lam.@
Posting Komentar untuk "Cara Shalat Jenazah Bagi yang Tidak Hafal Doanya"