DEFINISI FIQIH DAN PERBEDAAN ANTARA FIQIH DENGAN SYARIAH



ALENIASATU.com - Penting bagi pembelajar untuk mengetahui dengan jelas makna fiqih dan juga perbedaan antara fiqih dengan syariah. Berikut adalah pembahasannya.

A. Fiqih  

1. Etimologi

Kata "fiqih" memiliki dua makna dalam bahasa. Makna pertama adalah "al-fahmu al-mujarrad" yang mengacu pada pemahaman langsung atau sekadar pemahaman biasa. Makna kedua adalah "al-fahmu ad-daqiq" yang menggambarkan pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Pemahaman fiqih dalam arti sekadar mengerti atau memahami disebutkan dalam ayat Al-Quran Al-Karim ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu'aib alaihissalam yang tidak memahami ucapan beliau. “Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu” (QS. Hud: 91)

BACAFinding God in the Internet: Menjelajahi Fenomena Spiritual Digital   

Ayat lainnya juga menyebutkan tentang orang-orang munafik yang tidak memahami pembicaraan. “Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An Nisa: 78)  

Sementara itu, pemahaman fiqih dalam arti mendalam dapat ditemukan dalam Al-Quran Al-Karim pada ayat berikut:

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah : 122)

BACARAHASIA KURBAN: ISMAIL ATAU ISHAQ YANG “DISEMBELIH”?

Dalam praktiknya, istilah "fiqih" lebih umum digunakan dalam konteks ilmu agama secara keseluruhan, di mana seseorang yang ahli dalam ilmu agama sering disebut sebagai faqih, sedangkan ahli dalam bidang lain seperti kedokteran atau arsitektur tidak disebut sebagai faqih atau ahli fiqih. 

2. Terminologi  

Secara terminologi, para ulama memberikan berbagai definisi untuk kata "fiqih". Sebagian definisi lebih bersifat fragmen, tetapi ada juga yang mencakup seluruh batasan ilmu fiqih itu sendiri. Al-Imam Abu Hanifah memiliki definisi unik tentang fiqih, yaitu: “Mengenal jiwa manusia terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya”.   Sebenarnya definisi ini masih terlalu umum, bahkan mencakup wilayah akidah, keimanan, dan juga akhlaq. Oleh karena itu, fiqih yang dimaksud oleh beliau juga disebut sebagai Al-Fiqhul Akbar. Salah satu definisi yang mencakup ruang lingkup istilah fiqih yang dikenal oleh para ulama adalah ”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,”

BACAMenggali Makna dalam Eksistensialisme: Pandangan Unik Jean-Paul Sartre

Penjelasan definisi.

a. Ilmu:

Fiqih merupakan sebuah disiplin ilmu yang memiliki sifat ilmiah, logis, dan memiliki objek dan kaidah-kaidah tertentu. Fiqih berbeda dengan tasawuf yang lebih menekankan pada gerakan hati dan perasaan, serta bukan seperti tarekat yang berkaitan dengan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni yang lebih berfokus pada rasa dan keindahan. Fiqih adalah cabang ilmu yang dapat dipelajari, didasarkan pada kaidah-kaidah yang dapat disajikan dan diuji secara ilmiah. Selama ini, fiqih telah menjadi bagian dari fakultas-fakultas di berbagai universitas sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bersifat akademis dan diakui secara internasional.

b. Hukum-hukum:

Ilmu fiqih merupakan salah satu cabang ilmu yang secara khusus termasuk dalam cabang ilmu hukum. Dalam hakikatnya, ilmu fiqih adalah ilmu hukum. Terdapat banyak cabang dan jenis ilmu hukum, seperti hukum adat yang berkembang dalam suatu masyarakat tertentu. Selain itu, kita juga mengenal hukum barat yang sebagian besar berasal dari masa penjajahan Belanda.

c. Syariat:

Hukum yang menjadi objek kajian dalam ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang berasal dari Allah SWT dan telah ditetapkan oleh-Nya. Manusia diberi tanggung jawab untuk mempelajari hukum-hukum tersebut, menjalankannya, dan berkewajiban mengajarkannya kepada umat manusia. Dengan kata lain, ilmu fiqih bukanlah hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih merupakan hukum syariat yang dipastikan berasal 100% dari Allah SWT. Peran manusia dalam ilmu fiqih hanya terletak pada analisis, pembagian rinci, dan penarikan kesimpulan berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran Al-Karim serta sunnah nabawiyah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW melalui hadis-hadisnya.

d. Amaliyah:

Amaliyah merujuk pada fakta bahwa hukum fiqih hanya berlaku untuk hal-hal yang bersifat nyata dan terkait dengan tindakan fisik manusia, bukan hal-hal yang bersifat ruhani, perasaan, atau aspek psikologis lainnya. Seperti yang kita ketahui, hukum syariah memiliki banyak bidang, termasuk bidang akidah yang lebih menekankan pada keyakinan dan pondasi iman, serta hukum yang terkait dengan akhlak dan etika. Dalam hal ini, ilmu fiqih hanya membahas hukum-hukum yang bersifat fisik dalam bentuk tindakan nyata yang terlihat secara lahiriah. Dengan kata lain, fiqih hanya menilai berdasarkan hal-hal yang tampak, sementara hal-hal yang ada di dalam hati atau pikiran tidak termasuk dalam wilayah amaliyah.

e. Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci:

Banyak orang beranggapan bahwa ilmu fiqih hanya merupakan hasil pemikiran atau logika para ulama, dan mereka berpendapat bahwa ulama hanyalah manusia biasa. Menurut pandangan ini, sumber yang berasal dari Allah hanyalah Al-Quran, sedangkan hadis berasal dari Rasulullah SAW. Meskipun pemahaman semacam ini memiliki maksud yang benar, namun tidak sepenuhnya tepat dalam memahaminya. Sebenarnya, ilmu fiqih sepenuhnya bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Nabi, sebagai sumber referensi utama. Tidak ada yang bertentangan dengan prinsip ini. Namun, kita menyadari bahwa memahami Al-Quran atau hadis tidaklah mudah, terutama bagi orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang metode interpretasi. Jika ini dilakukan oleh orang awam atau orang yang kurang berpengetahuan, terlebih lagi dengan jarak waktu 14 abad antara kita dan saat Al-Quran diturunkan, serta perbedaan budaya dengan Rasulullah SAW, maka diperlukan ilmu dan metode yang konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat menghasilkan kesimpulan hukum dari Al-Quran dan Sunnah.

Kalau diperbolehkan membuat perumpamaan, ilmu fiqih dapat diibaratkan sebagai ilmu prakiraan cuaca. Ilmu ini bukanlah ilmu ramalan yang menggunakan kekuatan supernatural. Ilmu fiqih bergantung pada data dan fakta dari fenomena alam yang sebenarnya dapat dilihat atau dirasakan oleh semua orang. Misalnya, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara, suhu, dan lain sebagainya.

Bagi orang awam, meskipun mereka dapat melihat atau merasakan fenomena alam tersebut, mereka tidak dapat mengolah data dengan akurat. Hanya mereka yang belajar ilmu fiqih secara serius yang dapat mengolah data tersebut. Ketika kita membuka Al-Quran yang suci atau mengkaji kitab Shahih Bukhari, sebenarnya kita hanya membaca data mentah. Jika kita tidak memahami bahasa Arab dan sastra Arab secara mendalam, maka kita tidak akan memahami makna setiap ayat dan hadis secara mendasar. Jika kita tidak mengetahui latar belakang turunnya ayat dan tidak memiliki informasi mengapa Nabi Muhammad SAW bersabda demikian, tentu saja kita tidak memiliki landasan yang mendasar tentang tujuan dari setiap dalil tersebut.

Satu hal yang sangat fatal adalah seringkali kita secara sekilas melihat atau menganggap bahwa ada ketidaksesuaian antara satu ayat dengan ayat lainnya, antara hadis satu dengan hadis lainnya, bahkan terkadang antara ayat dengan hadis. Karena itu, seringkali orang awam melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Padahal, yang sebenarnya terjadi bukanlah ketidaksesuaian, melainkan karena kita tidak mengetahui konteks dari masing-masing dalil tersebut. Atau bisa jadi, Nabi Muhammad SAW berbicara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Nabi SAW pernah ditanya oleh para sahabat, amalan apa yang paling utama di sisi Allah. Beliau menjawab bahwa jihad di jalan Allah adalah yang paling utama. Namun, pada kesempatan lain ketika pertanyaan yang sama diajukan, beliau menjawab bahwa berbakti kepada orang tua adalah yang paling utama. Bahkan ada juga saat beliau hanya memberikan pesan untuk tidak pernah berdusta. Tentu saja orang awam akan bingung ketika membaca hadis-hadis yang terlihat berbeda secara sekilas. Namun, dengan ilmu fiqih, kita mengetahui bahwa jawaban yang berbeda-beda tersebut sebenarnya disesuaikan dengan kondisi subjektif masing-masing penanya. Nabi SAW menjawab setiap pertanyaan berdasarkan kondisi individu dari penanya. Bagi mereka yang kurang berbakti kepada orang tua, nasihatnya adalah untuk berbakti kepada orang tua. Bagi mereka yang kurang berani dan tidak memiliki keberanian, beliau menganjurkan untuk berjihad di jalan Allah. Sedangkan bagi pedagang yang sering berdusta dalam berdagang, nasihatnya adalah untuk tidak berdusta.

Kesimpulannya, secara sederhana, kita dapat menyimpulkan bahwa fiqih adalah hasil kesimpulan hukum yang baku yang berasal dari ijtihad ulama, dengan mengacu pada Al-Quran, sunnah, ijma, qiyas, dan dalil-dalil yang ada.

B. Syariah

Selain istilah fiqih, seringkali kita juga mendengar istilah syariah yang memiliki kemiripan dan kedekatan makna. Orang seringkali menyamakan fiqih dan syariah, dan hal ini wajar karena keduanya memiliki arti yang sangat dekat. Namun, ketika keduanya digabungkan, ternyata terdapat perbedaan yang nyata. Ini mirip dengan perbedaan antara faqir dan miskin. Meskipun keduanya hampir serupa, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan. Beberapa ulama menjelaskan bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, sedangkan miskin adalah orang yang kekurangan namun masih memiliki pekerjaan atau pendapatan. Untuk memahami persamaan dan perbedaan antara fiqih dan syariah, sebaiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian istilah syariah.

Secara bahasa syariah adalah sebagaimana  orang-orang Arab di masa lalu memaknai kata syariah ini sebagai metode atau jalan yang lurus.

Secara istilah dalam ilmu fiqih, syariah didefinisikan  oleh para ulama sebagai "Apa yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada hamba-hambaNya dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh nabi dari para  nabi,  baik yang terkait dengan keyakinan, ibadah muamalah, akhlaq dan aturan dalam kehidupan."  

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah

Dari definisi syariah, kita dapat melihat perbedaan antara fiqih dan syariah.

1. Ruang Lingkup Syariah

Ruang lingkup syariah lebih luas daripada ruang lingkup fiqih. Syariah mencakup masalah aqidah, akhlak, ibadah, muamalah, dan segala aspek yang terkait dengan perintah Allah kepada hamba-Nya. Sementara itu, ruang lingkup fiqih terbatas pada masalah hukum teknis yang bersifat praktis, seperti hukum tentang najis, hadats, wudhu', mandi junub, tayammum, istinja', shalat, zakat, puasa, jual beli, sewa, gadai, kehalalan makanan, dan sebagainya. Pembahasan fiqih berhenti ketika kita membicarakan masalah yang berkaitan dengan aqidah, seperti kajian tentang sifat-sifat Allah, sifat para nabi, malaikat, hari kiamat, surga, neraka, serta hal-hal yang berhubungan dengan perasaan manusia, seperti rasa rindu, cinta, takut kepada Allah, berbaik sangka, tawakkal, pengabdian kepada-Nya, dan sebagainya. Fiqih juga tidak membahas masalah akhlak mulia atau sebaliknya. Fiqih tidak membicarakan bagaimana menjaga diri dari sifat sombong, riya', ingin dipuji, membanggakan diri, dengki, iri hati, atau ujub. Sedangkan syariah mencakup semua objek pembahasan dalam ilmu fiqih, ditambah dengan masalah aqidah, akhlak, dan hukum-hukum fiqih.  

2. Syariah Bersifat Universal

Syariah adalah ketentuan Allah yang bersifat universal, tidak hanya berlaku untuk suatu tempat dan waktu tertentu, tetapi mencakup ruang dan waktu. Kita menyebut aturan dan peraturan yang Allah berikan kepada Bani Israil pada masa nabi-nabi terdahulu sebagai syariah, bukan fiqih. Misalnya, ketika mereka melanggar aturan yang melarang mereka mencari ikan pada hari Sabtu Aturan itu di dalam Al-Quran disebut dengan istilah syurra’a yang akar katanya sama dengan Syariah. Dalam Al-Quran dikatakan, “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri  yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan (syurra’a) pada hari Sabtu.” (QS. Al-A’raf : 163)

Di dalam ayat yang lain juga disebutkan istilah syariah dengan pengertian bahwa Allah SWT menetapkan suatu aturan dan ketentuan kepada para nabi di masa lalu. “Dia  telah  mensyari'atkan (syara’a)  bagi  kamu  tentang  agama  apa  yang  telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan  kepada Ibrahim,  Musa  dan  Isa.” (QS. As-Syura : 13)

Karena itulah maka salah satu istilah dalam ilmu ushul fiqih, dalil syar’u man qablana, bukan fiqhu man qablana.

D. Fiqih Sudah Ada Sejak Masa Nabi SAW

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fiqih merupakan disiplin ilmu yang membahas aspek praktis dalam syariat Islam. Syariat itu sendiri adalah tuntutan Allah kepada hamba-Nya, yang dapat ditemukan baik dalam Al-Quran maupun Sunnah-Nya, dan mencakup bidang keyakinan (akidah) serta mekanisme ibadah yang mendekatkan diri kepada-Nya.

Fiqih telah ada sejak zaman Rasulullah saw., masa sahabat, dan seterusnya hingga saat ini. Pada masa sahabat, perkembangan fiqih terjadi sebagai respons terhadap kebutuhan manusia dalam memahami hukum-hukum syariat yang relevan dengan situasi dan kondisi hidup mereka pada saat itu. Sejak saat itu, fiqih menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia, termasuk dalam konteks kehidupan saat ini.

Hal ini disebabkan oleh kebutuhan setiap individu akan kepastian hukum dalam menghadapi realitas kehidupan mereka. Oleh karena itu, fiqih menjadi sebuah sistem yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, antara manusia dengan sesamanya, serta dengan makhluk lainnya. Melalui fiqih, setiap individu dapat mengetahui hak dan kewajibannya, memenuhi hal-hal yang bermanfaat, serta menolak yang merugikan.

Selama 14 abad, Fiqih Islam telah menjadi acuan hukum dan akan terus berlanjut hingga hari kiamat. Hal ini dikarenakan fiqih memiliki sifat universal dan komprehensif, seiring dengan syariat Islam yang merupakan agama terakhir yang diturunkan di dunia.@

Illustrasi by Wikimeida Commons

Posting Komentar untuk "DEFINISI FIQIH DAN PERBEDAAN ANTARA FIQIH DENGAN SYARIAH"