ACADEMICS.id - Banyak kolega yang secara langsung maupun tidak langsung menanyakan kepada saya tentang hal diatas. Curiousity mereka semakin tebal tatkala mendapatkan tulisan saya dibeberapa media tentang maulid Nabi SAW, namun tidak secara rigid menyentuh tentang polemik kapan tepatnya Nabi SAW lahir. Sejujurnya saya telah lama berhutang tentang hal ini dan entah kenapa selalu saja saya "lalai" dalam melunasinya karena satu dan lain hal. Waktu berjalan dan tidak ada seorangpun yang kemudian mengingatkan saya tentang hutang tersebut hingga akhirnya beberapa hari lalu saya menulis kembali tentang maulid dengan judul “Maulid Nabi Lagi…”, maka bagaikan debt collector, kawan-kawanpun teringat kembali tentang hutang ini dan datang menagih untuk segera dilunasi. Maka, bismillah, lahirlah tulisan ini.
Agar tidak terputus, saya ingatkan lagi bahwa pada tulisan saya yang berjudul TELA’AH DAN REFLEKSI SINGKAT MAULID NABI, pada paragraph terakhir saya menulis:
“…sesungguhnya ada satu persoalan yang menyita perhatian para pakar sejarah Islam. Dan hal ini sampai sekarang belum menjadi mufakat global pakar sejarah Islam. Selama ini, kita memahami bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun gajah. Namun sesungguhnya, terjadi perbedaan pendapat tentang hari, tanggal dan tahunnya. Bagaimana kalau bahasan ini kita pending ke tulisan berikutnya?”
Maka inilah
pembahasannya. Baik, saya ingin memulai tulisan ini
dengan fakta bahwa tidak ada kata sepakat dikalangan sejarawan abad-abad awal
Islam tentang kepastian tanggal kelahiran Nabi SAW. Secara umum yang popular
adalah 12 rabiul awwal. Lantas bagaimana cara menyikapi hal ini? Oleh karena
tanggal kelahiran merupakan bagian dari sejarah, maka kita perlu merujuk kepada
cerita, riwayat, narasi yang tercatat dengan baik dan terekam dengan terpecaya,
baik dari para sahabat, ataupun Nabi SAW sendiri dalam bentuk hadist.
Ada yang menarik di sini. Terdapat clue
dari Nabi SAW namun sayangnya masih bersifat umum melalui beberapa hadist
beliau. Imam Muslim meriwayatkan tentang pertanyaan sahabat perihal kebiasaan
beliau berpuasa setiap hari senin. Beliau SAW menjawab bahwa kebiasaan berpuasa
hari senin tersebut karena hari senin merupakan hari kelahiran Beliau SAW dan
hari senin juga merupakan hari pertama kalinya wahyu turun di Gua Hira.
Hadist diatas dengan jelas menyebutkan hari
senin sebagai hari kelahiran Nabi SAW. Namun pertanyaannya kemudian adalah hari
senin tanggal berapa? Dalam 1 minggu ada 1 hari senin, dalam satu bulan ada 4
senin dan dalam 1 tahun, berapa ratus hari senin? Senin yang mana?
Demikian juga hal nya dengan tahun.
Terdapat sebuah riwayat dari Usman bin affan yang bertanya kepada Qubais bin Asyam,
seorang sepuh dari suku Quraish, beberapa waktu setelah wafatnya Nabi SAW.
Usman bertanya, ”Apakah benar kamu lebih tua dari Rasul SAW?” Qubais menjawab, “Iya”.
Usman lanjut bertanya, “Apakah kamu tahu tahun kelahiran Beliau?”. Qubais
berkata, “Saya ingat betul pada waktu itu saya dibawa ibu saya pergi keluar
Kota Mekkah dan saya dengan mata kepala sendiri melihat di sepanjang jalan itu
bekas-bekas kotoran dan bangkai gajah berserakan tak karuan, dan Beliau di
lahirkan pada saat itu”. Artinya, bahwa Qubais umurnya lebih tua dari Nabi SAW.
Ada lagi seorang sahabat mendukung pendapat
Qubais tersebut. Suwaid bin Goflah mengatakan bahwa dia dan Rasul SAW seumur
karena mereka berdua dilahirkan pada tahun Gajah.
Jika merujuk kepada buku sejarah Islam,
maka kita akan temui lalu lintas yang semakin rumit. Alasannya, sedari masanya
para sahabat, pencatatan sangat jarang dilakukan, termasuk di dalamnya
pencatatan sejarah. Hal ini terjadi karena mereka memang diberi kelebihan oleh
Allah SWT berupa hafalan yang kuat sehingga merasa tidak perlu pencatatan di
lembaran-lembaran semacam kertas. Bisa dibayangkan, kajian-kajian sejarah Islam
diriwayatkan turun temurun dari para sahabat ke generasi seterusnya tanpa ada
catatan yang sistematis sehingga berserakan dalam memori orang-orang yang hidup
pada saat itu.
Ramdahan Al-Buti mengatakan bahwa barulah pada masa tabiin,
pencatatan tentang sejarah Islam dilakukan secara sistematis dan dibukukan. Di antara mereka ialah: Urwah bin Zubeir yang meinggal pada tahun
92 Hijriyah , Aban bin Utsman (105), Syurahbil bin Sa’d (123), Wahab bin
Munabbih (110) dan Ibnu Syaihab az-Zuhri (wafat tahun 124 H). Akan tetapi semua
yang pernah mereka tulis sudah lenyap, tidak ada yang tersisa kecuali beberapa
bagian yang sempat diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari. Ada yang mengatakan
bahwa sebagian tulisan Wahab bin Munabbih sampai sekarang masih tersimpan di
Heidelberg, Jerman. Kemudian muncul generasi penyusun Sirah berikutnya. Tokoh
generasi ini ialah Ibnu Ishaq. Lalu disusul oleh generasi sesudahnya dengan
tokohnya Muhammad bin Sa’ad. Kedua buku inilah yang menjadi rujukan para ahli
sejarah hingga sekarang dalam pembahasan sejarah Islam. Sekalipun sebenarnya
buku asli tulisan Ibnu Ishaq yang saat ini kita terima merupakan rangkuman yang
ditulis oleh Ibnu Hisyam. Buku aslinya Ibnu Ishaq telah musnah.
Berdasarkan 2 buku ini, kembali kita disuguhkan perbedaan mengenai
tanggal kelahiran Nabi SAW. Ibnu Ishaq (150 H) menyatakan bahwa Rasul SAW lahir
tgl 12 Rabiul Awal, hari senin, tahun gajah. Sayangnya, pernyataan ini ditulis
dibukunya dengan tanpa merujuk kepada satupun riwayat atau hadist alias tanpa
sanad. Hanya di ringkasan yang ditulis oleh Ibnu Hisyam disebut bahwa pendapat
Ibnu Ishaq berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas. Maka, sejarawan merasa sulit
untuk mempercayai begitu saja pernyataan Ibnu Ishaq ini mengingat, pertama, antara
Ibnu Ishaq dan Rasul SAW, terdapat jurang waktu 200 tahun lebih. Dan kedua, itu
tadi… Ibnu Ishaq menyebut tanggal 12 rabiul awwal tersebut dengan tanpa merujuk
pada hadis, atsar atau apapun perkataan sahabat. Ketiga, jika memang sanadnya
dari Ibnu Abbas, maka terdapat kontradiksi pula dengan pendapat Ibnu Abbas
lainnya yang muncul pada Tabaqat-nya Muhammad bin sa’ad (220 H). Menurut Ibnu
Sa’ad, Nabi SAW lahir hari senin, tapi tanggalnya ada yang menyebutkan tanggal
10 rabiul awwal sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas dan ada juga yang menyebutkan
tanggal 2 rabiul awwal.
Sementara itu, Ibnu Katsir di dalam bukunya
yang sangat terkenal bidayah wannihayah, menjelaskan lebih terperinci.
Menurutnya, Jumhur ulama berkeyakinan bahwa kelahiran Nabi SAW terjadi pada bulan
Rabiul Awwal, tapi ada juga sekumpulan ulama yang menyatakan pada bulan lain.
Demikian juga mengenai tanggal kelahiran beliau. Ada yang menyatakan bahwa
beliau lahir pada tanggal 2 rabiul awwal sebagaimana yang diucapkan oleh Abu
ma’sar assindi dan ibn abdul bar serta alwakidi. Ada juga kelompok lainnya, masih
menurut penjelasan Ibnu katsir, yang menyebut tanggal 8 rabiul awwal. Di antara
mereka yang berpendapat seperti ini adalah Ibn Hazm, Imam Malik, Azzuhri, dan
Muhammad bin Zubair. Kelompok lainnya, masih dalam buku bidayah wannihayah,
menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 10 rabiul awwal. Ini pendapat
Ibn Asakir dan Ja’far Ashadiq. Dan kelompok ke empat, menyatakan bahwa beliau
lahir pada tanggal 12 rabiul awwal dan ini pendapatnya Ibnu Ishaq yang tanpa
sanad tadi yang kemudian disebut oleh Ibnu Hisyam berdasarkan riwayat dari Ibnu
Abbas. Jadi, menurut Ibnu Katsir, inilah 4 kelompok besar yang menyebutkan
kelahiran nabi SAW yang terkenal pada abad pertama Islam.
Kemudian, pada abad pertengahan, muncul
lagi pendapat-pendapat lain. Ada yang mengatakan 17 rabiul awwal, 22 rabiul
awwal, bahkan ada yang mengatakan beliau lahir pada bulan Ramadhan. Silahkan
merujuk kepada Zubair bin Bakkar, penulis pertama tentang Sejarah Kota Mekkah).
Singkatnya, terdapat hampir 10 pendapat,
bahkan lebih banyak lagi jika kita bongkar buku-buku sejarah yang ada, perbedaan
tentang tanggal kelahiran Nabi SAW dan tidak ada satupun dianggap paling kuat.
Hanya saja, semenjak abad pertengahan, 12 rabiul awwal lebih popular
dibandingkan dengan tanggal lainnya. Padahal, jika diukur dengan standar
akademis, tanggal 2, 8 dan 10 rabiul awwal seharusnya lebih valid karena ketiga
tanggal tersebut dimunculkan berdasarkan sanad yang bersambung langsung kepada
Rasul SAW, sementara pendapatnya Ibnu Ishaq yang menyatakan tanggal 12 rabiul
awaal tersebut malah tidak kuat dengan alasan yang telah disebutkan tadi diatas.
Pertanyaannya, kenapa justru tanggal 12
rabiul awwal yang popular? Jawabanya mudah.
Pertama, karena sosok Ibnu Ishaq sendiri. Sebagaimana
yang dimaklumi diatas bahwa buku sejarah islam yang pertama yang masih bisa
diselamatkan dari kehancuran, baik karena perang dan factor lain, hanya buku
karyanya Ibnu Ishaq ini, sekalipun ada buku lainnya tapi tingkat reliabilitas
dan validitasnya secara umum sangat rendah. Karenanya, buku-buku sejarah yang
saat ini kita baca, seluruhnya, tanpa terkecuali, merujuk kepada bukunya Ibnu
Ishaq. Bisa dikatakan bahwa Ibnu Ishaq adalah Bapaknya Sejarah Islam. Sampai
disini, clear…
Kedua, ini yang kontroversial, bahwa
perayaan maulid pertama kali dilaksanakan oleh sebuah otoritas Islam terjadi
pada tanggal 12 rabiul awwal. Karena perayaan ini dilaksanakan oleh penguasa
sah pada saat itu, maka ia pun dijadikan sampel, baik dari sisi penetapan waktu,
kebiasaan dan bentuk kegiatannya, oleh penguasa lain dan penguasa seterusnya
dalam sejarah Islam hingga saat ini. Fakta ini bisa sangat jelas didapatkan
dalam buku-buku sejarah tentang perayaan maulid Nabi SAW.
Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Yasir
Qadhi, The History of Maulid, perayaan maulid Nabi SAW dirayakan secara komunal
untuk pertama kalinya pada tahun 517 H (abad ke 6) oleh otoritas Fatimiyah di
Mesir. Dan Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang bermazhab Syiah, bahkan Syiah
yang ekstrim, bukan Sunni. Pada sekitar 150 tahun kemudian, yaitu pada tahun
660 H, seorang gubernur Sunni di daerah Irak, tepatnya di Mosul, mengadopsi
perayaan ini berikut dengan tanggalnya, yaitu 12 rabiul awwal. Inilah perayaan
maulid pertama yang dilakukan oleh kelompok Sunni. Berdasarkan hal ini, selama
500 tahun lebih, konsep perayaan maulid Nabi SAW tidak dikenal sebelumnya dalam
tradisi Islam. Kenapa demikian rumit dan seakan penuh misteri? Mudah saja untuk
dijelaskan.
Begini… Dalam tradisi Arab kuno, tidak
dikenal kalender. Mereka menentukan tahun berdasarkan peristiwa yang terjadi
hingga kemudian Umar bin Khattab berinisiatif untuk membuat kalender Islam.Dan
pada kenyataannya, pencatatan tanggal kelahiran dan perayaan ulang tahun pada
setiap tahunnya memang tidak pernah dikenal dalam tradisi orang Arab bahkan dalam
tradisi kita sekalipun, terutama yang berasal dari kampung-kampung di pelosok
Indonesia. Almarhum Ayah dan Ibu kandung saya sendiri saja dulu kalau di tanya
tahun berapa lahir, jawabnya, “tahun Belanda dulu”. Bingungkan..? Loh… di KTP…?
Mereka bilang, “itu asal isi saja”. Gubraaakkk…!!! Perayaan ulang tahun pada kenyataanya
memang tradisi Barat. Saya bukan pada posisi membid’ahkan atau mengharamkan
perayaan maulid bahkan saya orang yang merayakan ulang tahun bagi anak-anak
saya dan juga merayakan setiap tahun peringatan maulid Nabi SAW. Yang ingin
saya kemukakan disini adalah bahwa terdapat perbedaan pendapat ulama tentang
tanggal kelahiran Nabi SAW, bahkan secara akademis, tanggal 12 rabiul awwal
merupakan tanggal yang sangat lemah realibilitas dan validitasnya, lalu
selanjutnya bahwa tradisi maulid adalah tradisi yang muncul belakangan, para
sahabat yang hidup bersama Nabi SAW tidak pernah melakukan hal ini. Lantas
apakah tidak dibenarkan merayakan maulid Nabi ala kita? Saya kira ga ada
masalah, toh disitu kita mengaji, mendengarkan ceramah tentang Nabi SAW,
bershalawat kepada Beliau dan hal-hal baik lainnya.
Melalui tulisan pendek ini, saya hanya
ingin memanggil saudara-saudaraku sekalian untuk benar-benar menyadari betapa
pentingnya pencatatan sebuah sejarah. Karena sejarahlah yang akan dirujuk oleh
generasi yang terus menerus berdatangan sesudah kita hingga hari akhir nanti.
Sekali saja kegelapan sejarah diciptakan, maka kegelapan itu akan terus
dipegang dan menjadi kebenaran palsu. Tidak enak hidup dalam kepalsuan.
Sungguh…!
Posting Komentar untuk "PERIHAL TANGGAL KELAHIRAN NABI SAW"